Jumat, 03 Agustus 2012

Konduktansi dan Superkonduktor

Konduktansi
Konduktansi, G, didefinisikan sebagai ukuran kemampuan suatu bahan untuk mengalirkan muatan dan dalam standar SI mempunyai satuan siemens (S). Nilai konduktansi yang besar menunjukkan bahwa bahan tersebut mampu mengkonduksikan arus dengan baik, tetapi nilai konduktansi yang rendah menunjukkan bahan itu susah mengalirkan muatan. Secara matematis, konduktansi merupakan kebalikan dari resistansi. Jadi
G = 1/R [siemens, S]
dimana R adalah resistansi, dalam ohm (Ω).
Walaupun satuan SI untuk konduktansi adalah siemens dan hampir diterima di seluruh dunia, buku-buku dan catatan yang lama masih menyatakan satuan konduktansi dalam mho (ejaan ohm dibalik) dan mempunyai lambang omega terbalik, ʊ, sebagai simbolnya. Dalam kasus ini, hubungannya:
1  ʊ = 1 S
Superkonduktor
Seperti penjelasan sebelumnya, semua saluran daya dan jaringan distribusi mempunyai resistansi internal yang menghasilkan rugi energi karena panas akibat aliran muatan melalui konduktor. bila ada cara untuk menghilangkan nilai resistansi dari suatu konduktor, listrik dapat ditransmisikan lebih jauh dan lebih ekonomis. Ide untuk mengirimkan energi tanpa rugi-rugi adalah dengan cara menggunakan saluran transmisi melalui superkonduktor. Namun, dalam riset terakhir ini, mendapatkan bahan superkonduktor pada suhu yang “tinggi” dan tanpa rugu-rugi energi adalah hal yang sulit.
Pada tahun 1911, seorang ahli fisika dari Jerman bernama Heike Kamerlingh Onnes menemukan fenomena superkonduktivitas. Mempelajari merkuri (air raksa), kaleng, dan timah diketahui bahwa resistansi dari material ini berkurang tidak lebih dari satu per miliar nilai resistansi pada suhu ruangan ketika berada pada suhu masing-masing bahan : 4.6 K, 3.7 K, dan 6 K. Ingat hubungan antara kelvin dengan derjat Celcius:
TK = T (oC) + 273.15o
Suhu dimana suatu material menjadi superkonduktor disebut suhu kritis, TC. Gambar 3-30 menunjukkan bagaimana resistansi dari merkuri berubah dalam berbagai suhu. Perhatikan bagaimana resistansi tiba-tiba turun dengan tiba-tiba menjadi nol pada suhu 4.6 K.
Percobaan dengan mengalirkan arus pada kawat superkonduktor berbentuk melingkar yang superdingin didapatkan fakta bahwa  arus tersebut diinduksikan terus menerus dan tidak “musnah” hingga beberapa tahun bila ditempatkan pada suhu dibawah titik suhu kritis dari konduktor tersebut.
Suatu keanehan, seperti suatu kekuatan ajaib dari sifat superkonduktor ketika sebuah magnet permanen diletakkan di atas superkonduktor. Magnet itu akan melayang di atas permukaan superkonduktor dan sifat ini bertentangan dengan hukum gravitasi, seperti tampak pada gambar 3-31.
Prinsip ini, yang disebut efek Meissner (diambil dari nama Walther Meissner), menyatakan:
Ketika superkonduktor didinginkan dibawah suhu kritisnya, medan magnet hanya akan timbul di sekitarnya namun tidak memasuki superkonduktor tersebut.
Prinsip superkonduktivitas ini menjelaskan kelakuan elektron pada superkonduktor. Tidak seperti konduktor yang mempunyai elektron yang bergerak secara acak melalui konduktor dan bertumbukan dengan elektron lainnya {gambar 3-32 (a)}, elektron pada superkonduktor membentuk pasangan dan bergerak melalui bahan dalam arah yang sama seperti kelompok marching band yang ikut parade. Gerakan elektron yang “tertib” pada superkonduktor ini, pada gambar 3-32 (b), merupakan konduktor yang ideal, karena elektron tidak bertumbukan sama sekali.
Karena sifat yang ekonomis, riset dilakukan untuk mendapatkan bahan yang mempunyai titik suhu kritis yang lebih tinggi. Pada beberapa tahun terakhir, penelitian di IBM Zurich Research Laboratory di Swiss dan University of Houston  di Texas berhasil menemukan bahan superkonduktor yang dapat beroperasi pada suhu yang lebih tinggi yaitu 98 K (-175 oC). Walau suhunya masih terlalu rendah, tetapi superkonduktivitas sekarang dapat dibuat menggunakan nitrogen cair yang sudah ada dari pada menggunakan helium cair yang lebih mahal dan sangat langka.
Superkonduktivitas rupa-rupanya telah ditemukan pada bahan-bahan yang tidak mungkin seperti keramik yang terbuat dari barium, lanthanum, tembaga, dan oksigen. Riset sekarang difokuskan untuk mengembangkan material baru yang bisa dibuat menjadi superkonduktor pada suhu yang lebih tinggi yang lebih baik dari pada penemuan sebelumnya yaitu keramik superkonduktor.
Sangat mahal, superkonduktivitas suhu rendah saat ini digunakan pada pemercepat (accelerator) partikel raksasa dan, dalam jumlah yang terbatas, pada komponen elektronik (seperti pada superfast Josephson junction and SQUIDs,  alat yang digunakan untuk mendeteksi medan magnet yang sangat kecil).  Riset komersial menemukan superkonduktor pada suhu yang lebih tinggi digiatkan, namun kemungkinan untuk penerapannya sebenarnya tidak terbatas. Superkonduktivitas pada suhu tinggi bisa memperbaiki sistem transportasi, pengiriman dan penyimpanan energi, komputer, pengobatan medis, dan penelitian. Superkonduktivitas pada suhu tinggi akan merubah dunia elektronika seperti pada saat penemuan transistor, mungkin saja bisa terjadi.

Sumber: http://airlangga25.wordpress.com 

CURRENT TRANSFORMER (TRAFO ARUS)

Current transformer (CT) atau Trafo Arus adalah peralatan pada sistem tenaga listrik yang berupa trafo yang digunakan untuk pengukuran arus yang besarnya hingga ratusan ampere dan arus yang mengalir pada jaringan tegangan tinggi. Di samping untuk pengukuran arus, trafo arus juga digunakan untuk pengukuran daya dan energi, pengukuran jarak jauh, dan rele proteksi. Kumparan primer trafo dihubungkan seri dengan rangkaian atau jaringan yang akan dikur arusnya sedangkan kumparan sekunder dihubungkan dengan meter atau dengan rele proteksi.
Prinsip kerja trafo arus sama dengan trafo daya satu fasa. Bila pada kumparan primer mengalir arus I1, maka pada kumparan timbul gaya gerak magnet sebesar N1I1. Gaya gerak ini memproduksi fluks pada inti, dan fluks ini membangkitkan gaya gerak listrik pada kumparan sekunder. Bila terminal kumparan sekunder tertutup, maka pada kumparan sekunder mengalir arus I1. Arus ini menimbulkan gaya gerak magnet N2I2 pada kumparan sekunder. Pada trafo arus biasa dipasang burden pada bagian sekunder yang berfungsi sebagai impedansi beban, sehingga trafo tidak benar-benar short circuit. Apabila trafo adalah trafo ideal, maka berlaku persamaan :
N1I1 = N2I2
I1/I2 = N2/N1
di mana, N1 : Jumlah belitan kumparan primer
N2 : Jumlah belitan kumparan sekunder
I1 : Arus kumparan primer
I2 : Arus kumparan sekunder
Dalam pemakaian sehari-hari, trafo arus dibagi menjadi jenis-jenis tertentu berdasarkan syarat-syarat tertentu pula, adapun pembagian jenis trafo arus adalah sebagai berikut :
§ Jenis Trafo Arus Menurut Jumlah Kumparan Primer
a. Jenis Kumparan (Wound)
Biasa digunakan untuk pengukuran pada arus rendah, burden yang besar, atau pengukuran yang membutuhkan ketelitian tinggi. Belitan primer tergantung pada arus primer yang akan diukur, biasanya tidak lebih dari 5 belitan. Penambahan belitan primer akan mengurangi faktor thermal dan dinamis arus hubung singkat.
b. Jenis Bar (Bar)
Konstruksinya mampu menahan arus hubung singkat yang cukup tinggi sehingga memiliki faktor thermis dan dinamis arus hubung singkat yang tinggi. Keburukannya, ukuran inti yang paling ekonomis diperoleh pada arus pengenal yang cukup tinggi yaitu 1000A.

§ Jenis Trafo Arus Menurut Jumlah Rasio
a. Jenis Rasio Tunggal
Rasio tunggal adalah trafo arus dengan satu kumparan primer dan satu kumparan sekunder.
b. Jenis Rasio Ganda
Rasio ganda diperoleh dengan membagi kumparan primer menjadi beberapa kelompok yang dihubungkan seri atau paralel.

§ Jenis Trafo Arus Menurut Jumlah Inti
a. Inti Tunggal
Digunakan apabila sistem membutuhkan salah satu fungsi saja, yaitu untuk pengukuran atau proteksi.
b. Inti Ganda
Digunakan apabila sistem membutuhkan arus untuk pengukuran dan proteksi sekaligus.



§ Jenis Trafo Arus Menurut Konstruksi Isolasi
a. Isolasi Epoksi-Resin
Biasa dipakai hingga tegangan 110KV. Memiliki kekuatan hubung singkat yang cukup tinggi karena semua belitan tertanam pada bahan isolasi. Terdapat 2 jenis, yaitu jenis bushing dan pendukung.

b. Isolasi Minyak-Kertas
Isolasi minyak kertas ditempatkan pada kerangka porselen. Merupakan trafo arus untuk tegangan tinggi yang digunakan pada gardu induk dengan pemasangan luar. Dibedakan menjadi jenis tangki logam, kerangka isolasi, dan jenis gardu. Kelebihannya, penyulang pada sisi primer lebih pendek, digunakan untuk arus pengenal dan arus hubung singkat yang besar.



c. Isolasi Koaksial
 
Jenis trafo arus dengan isolasi koaksial biasa ditemui pada kabel, bushing trafo, atau pada rel daya berisolasi gas SF6. Sering digunakan inti berbentuk cincin dengan belitan sekunder yang dibelit secara seragam pada cincin dan dimasukkan pada isolasi, dengan demikian terbuka jalan untuk membawa lapisan terluar bagian yang di-ground keluar dari trafo arus

Pengujian Trafo Arus (Current Transformer)

CT atau Trafo Arus merupakan perantara pengukuran arus, dimana keterbatasan kemampuan baca alat ukur. Misal pada sistem saluran tegangan tinggi, arus yang mengalir adalah 2000A sedangkan alat ukur yang ada hanya sebatas 5A. Maka dibutuhkan sebuah CT yang mengubah representasi nilai aktual 2000A di lapangan menjadi 5A sehingga terbaca oleh alat ukur.
CT umumnya selain digunakan sebagai media pembacaan juga digunakan dalam sistem proteksi sistem tenaga listrik. Sistem proteksi dalam sistem tenaga listrik sangatlah kompleks sehingga CT itu sendiri dibuat dengan spesifikasi dan kelas yang bervariatif sesuai dengan kebituhan sistem yang ada.
Spesifikasi pada CT antara lain:
  1. Ratio CT, rasio CT merupakan spesifikasi dasar yang harus ada pada CT, dimana representasi nilai arus yang ada di lapangan di hitung dari besarnya rasio CT. Misal CT dengan rasio 2000/5A, nilai yang terukur di skunder CT adalah 2.5A, maka nilai aktual arus yang mengalir di penghantar adalah 1000A. Kesalahan rasio ataupun besarnya presentasi error (%err.) dapat berdampak pada besarnya kesalahan pembacaan di alat ukur, kesalahan penghitungan tarif, dan kesalahan operasi sistem proteksi.
  2. Burden atau nilai maksimum daya (dalam satuan VA) yang mampu dipikul oleh CT. Nilai daya ini harus lebih besar dari nilai yang terukur dari terminal skunder CT sampai dengan koil relay proteksi yang dikerjakan. Apabila lebih kecil, maka relay proteksi tidak akan bekerja untuk mengetripkan CB/PMT apabila terjadi gangguan.
  3. Class, kelas CT menentukan untuk sistem proteksi jenis apakah core CT tersebut. Misal untuk proteksi arus lebih digunakan kelas 5P20, untuk kelas tarif metering digunakan kelas 0.2 atau 0.5, untuk sistem proteksi busbar digunakan Class X atau PX.
  4. Kneepoint, adalah titik saturasi/jenuh saat CT melakukan excitasi tegangan. Umumnya proteksi busbar menggunakan tegangan sebagai penggerak koilnya. Tegangan dapat dihasilkan oleh CT ketika skunder CT diberikan impedansi seperti yang tertera pada Hukum Ohm. Kneepoint hanya terdapat pada CT dengan Class X atau PX. Besarnya tegangan kneepoint bisa mencapai 2000Volt, dan tentu saja besarnya kneepoint tergantung dari nilai atau desain yang diinginkan.
  5. Secondary Winding Resistance (Rct), atau impedansi dalam CT. Impedansi dalam CT pada umumnya sangat kecil, namun pada Class X nilai ini ditentukan dan tidak boleh melebihi nilai yang tertera disana. Misal: <2.5Ohm, maka impedansi CT pada Class X tidak boleh lebih dari 2.5Ohm atau CT tersebut dikembalikan ke pabrik untuk dilakukan penggantian.
Berdasarkan kriteria diatas, maka dapat dilakukan pengujian CT sebagai berikut:
Contoh-contoh beserta uraian dalam artikel kali ini saya ambil dari pengalaman-pengalaman saya melakukan SAT CT dan HV Equipments pada Project: Cikarang Listrindo 4x60MW Gas Power Plant Project, Inalum 275kV OHL Prot’n Panel Replacement Project, dan 2x250MW Muara Karang Gas Power Plant Project.
Ratio Test
 
Misal: Ratio CT = 2000/5A
Untuk melakukan pengujian bahwa apakah benar nilai skunder CT tersebut apabila line primer diberi arus sebesar 2000A adalah 5A, maka disini diperlukan alat injeksi arus yang mampu mengalirkan arus sebesar 2000A. Tentu saja alat ini sangat langka dan besar sekali.
Cara alternatif yang biasa digunakan adalah dengan alat inject yang lebih kecil, misal 500A. Untuk mendapatkan nilai 2000A maka kita dapat membuat gulungan atau lilitan sebanyak 2000A/500A = 4 kali gulungan.
Tentu saja nilainya tidaklah tepat seperti yang tertera pada kalkulator tapi setidaknya nilai tersebut dapat tercapai. Metering ataupun instrument terpasang harus menunjukkan nilai kurang-lebih 2000A.
Pada kasus umumnya yang terjadi di lapangan, ternyata jenis alat test yang mampu menghasilkan arus dalam jumlah yang besar ini cukup susah untuk dicari (karena harganya mahal maka umumnya kami rental dari temen-temen)
Di balik itu ternyata banyak CT yang hasil pengukurannya tidak linear / atau tidak berbanding lurus dengan rasio yang tertera. Dengan kata lain nilai presentase error-reading-nya bervariatif dan umumnya semakin kecil arus yang diberikan, presentase error-reading-nya semakin besar melampaui batas spesifikasi CT yang tertera pada nameplate. Padahal untuk beberapa sistem proteksi seperti Distance Relay menggunakan pembacaan parameter arus pada nilai yang rendah.

sumber: http://dc349.4shared.com/doc/yvZiV_6Y/preview.html