Current
transformer
(CT) atau Trafo Arus adalah peralatan pada sistem tenaga listrik yang
berupa trafo yang digunakan untuk pengukuran arus yang besarnya
hingga ratusan ampere dan arus yang mengalir pada jaringan tegangan
tinggi. Di samping untuk pengukuran arus, trafo arus juga digunakan
untuk pengukuran daya dan energi, pengukuran jarak jauh, dan rele
proteksi. Kumparan primer trafo dihubungkan seri dengan rangkaian
atau jaringan yang akan dikur arusnya sedangkan kumparan sekunder
dihubungkan dengan meter atau dengan rele proteksi.
Prinsip
kerja trafo arus sama dengan trafo daya satu fasa. Bila pada kumparan
primer mengalir arus I1,
maka pada kumparan timbul gaya gerak magnet sebesar N1I1.
Gaya gerak ini memproduksi fluks pada inti, dan fluks ini
membangkitkan gaya gerak listrik pada kumparan sekunder. Bila
terminal kumparan sekunder tertutup, maka pada kumparan sekunder
mengalir arus I1.
Arus ini menimbulkan gaya gerak magnet N2I2
pada kumparan sekunder. Pada trafo arus biasa dipasang burden pada
bagian sekunder yang berfungsi sebagai impedansi beban, sehingga
trafo tidak benar-benar short circuit. Apabila trafo adalah trafo
ideal, maka berlaku persamaan :
N1I1
= N2I2
I1/I2
= N2/N1
di
mana, N1
: Jumlah belitan kumparan primer
N2
: Jumlah belitan kumparan sekunder
I1
: Arus kumparan primer
I2
: Arus kumparan sekunder
Dalam
pemakaian sehari-hari, trafo arus dibagi menjadi jenis-jenis tertentu
berdasarkan syarat-syarat tertentu pula, adapun pembagian jenis trafo
arus adalah sebagai berikut :
§
Jenis Trafo Arus Menurut Jumlah Kumparan Primer
a.
Jenis Kumparan (Wound)
Biasa
digunakan untuk pengukuran pada arus rendah, burden yang besar, atau
pengukuran yang membutuhkan ketelitian tinggi. Belitan primer
tergantung pada arus primer yang akan diukur, biasanya tidak lebih
dari 5 belitan. Penambahan belitan primer akan mengurangi faktor
thermal dan dinamis arus hubung singkat.
b.
Jenis Bar (Bar)
Konstruksinya
mampu menahan arus hubung singkat yang cukup tinggi sehingga memiliki
faktor thermis dan dinamis arus hubung singkat yang tinggi.
Keburukannya, ukuran inti yang paling ekonomis diperoleh pada arus
pengenal yang cukup tinggi yaitu 1000A.
§
Jenis Trafo Arus Menurut Jumlah Rasio
a.
Jenis Rasio Tunggal
Rasio
tunggal adalah trafo arus dengan satu kumparan primer dan satu
kumparan sekunder.
b.
Jenis Rasio Ganda
Rasio
ganda diperoleh dengan membagi kumparan primer menjadi beberapa
kelompok yang dihubungkan seri atau paralel.
§
Jenis Trafo Arus Menurut Jumlah Inti
a.
Inti Tunggal
Digunakan
apabila sistem membutuhkan salah satu fungsi saja, yaitu untuk
pengukuran atau proteksi.
b.
Inti Ganda
Digunakan
apabila sistem membutuhkan arus untuk pengukuran dan proteksi
sekaligus.
§
Jenis Trafo Arus Menurut Konstruksi Isolasi
a.
Isolasi Epoksi-Resin
Biasa
dipakai hingga tegangan 110KV. Memiliki kekuatan hubung singkat yang
cukup tinggi karena semua belitan tertanam pada bahan isolasi.
Terdapat 2 jenis, yaitu jenis bushing dan pendukung.
b.
Isolasi Minyak-Kertas
Isolasi
minyak kertas ditempatkan pada kerangka porselen. Merupakan trafo
arus untuk tegangan tinggi yang digunakan pada gardu induk dengan
pemasangan luar. Dibedakan menjadi jenis tangki logam, kerangka
isolasi, dan jenis gardu. Kelebihannya, penyulang pada sisi primer
lebih pendek, digunakan untuk arus pengenal dan arus hubung singkat
yang besar.
c.
Isolasi Koaksial
Jenis trafo arus dengan isolasi koaksial biasa ditemui pada kabel, bushing trafo, atau pada rel daya berisolasi gas SF6. Sering digunakan inti berbentuk cincin dengan belitan sekunder yang dibelit secara seragam pada cincin dan dimasukkan pada isolasi, dengan demikian terbuka jalan untuk membawa lapisan terluar bagian yang di-ground keluar dari trafo arus
Pengujian Trafo Arus (Current Transformer)
CT atau Trafo Arus
merupakan perantara pengukuran arus, dimana keterbatasan kemampuan
baca alat ukur. Misal pada sistem saluran tegangan tinggi, arus yang
mengalir adalah 2000A sedangkan alat ukur yang ada hanya sebatas 5A.
Maka dibutuhkan sebuah CT yang mengubah representasi nilai aktual
2000A di lapangan menjadi 5A sehingga terbaca oleh alat ukur.
CT umumnya selain
digunakan sebagai media pembacaan juga digunakan dalam sistem
proteksi sistem tenaga listrik. Sistem proteksi dalam sistem tenaga
listrik sangatlah kompleks sehingga CT itu sendiri dibuat dengan
spesifikasi dan kelas yang bervariatif sesuai dengan kebituhan sistem
yang ada.
Spesifikasi pada CT
antara lain:
- Ratio CT, rasio CT merupakan spesifikasi dasar yang harus ada pada CT, dimana representasi nilai arus yang ada di lapangan di hitung dari besarnya rasio CT. Misal CT dengan rasio 2000/5A, nilai yang terukur di skunder CT adalah 2.5A, maka nilai aktual arus yang mengalir di penghantar adalah 1000A. Kesalahan rasio ataupun besarnya presentasi error (%err.) dapat berdampak pada besarnya kesalahan pembacaan di alat ukur, kesalahan penghitungan tarif, dan kesalahan operasi sistem proteksi.
- Burden atau nilai maksimum daya (dalam satuan VA) yang mampu dipikul oleh CT. Nilai daya ini harus lebih besar dari nilai yang terukur dari terminal skunder CT sampai dengan koil relay proteksi yang dikerjakan. Apabila lebih kecil, maka relay proteksi tidak akan bekerja untuk mengetripkan CB/PMT apabila terjadi gangguan.
- Class, kelas CT menentukan untuk sistem proteksi jenis apakah core CT tersebut. Misal untuk proteksi arus lebih digunakan kelas 5P20, untuk kelas tarif metering digunakan kelas 0.2 atau 0.5, untuk sistem proteksi busbar digunakan Class X atau PX.
- Kneepoint, adalah titik saturasi/jenuh saat CT melakukan excitasi tegangan. Umumnya proteksi busbar menggunakan tegangan sebagai penggerak koilnya. Tegangan dapat dihasilkan oleh CT ketika skunder CT diberikan impedansi seperti yang tertera pada Hukum Ohm. Kneepoint hanya terdapat pada CT dengan Class X atau PX. Besarnya tegangan kneepoint bisa mencapai 2000Volt, dan tentu saja besarnya kneepoint tergantung dari nilai atau desain yang diinginkan.
- Secondary Winding Resistance (Rct), atau impedansi dalam CT. Impedansi dalam CT pada umumnya sangat kecil, namun pada Class X nilai ini ditentukan dan tidak boleh melebihi nilai yang tertera disana. Misal: <2.5Ohm, maka impedansi CT pada Class X tidak boleh lebih dari 2.5Ohm atau CT tersebut dikembalikan ke pabrik untuk dilakukan penggantian.
Berdasarkan kriteria
diatas, maka dapat dilakukan pengujian CT sebagai berikut:
Contoh-contoh
beserta uraian dalam artikel kali ini saya ambil dari
pengalaman-pengalaman saya melakukan SAT CT dan HV Equipments pada
Project: Cikarang Listrindo 4x60MW Gas Power Plant Project, Inalum
275kV OHL Prot’n Panel Replacement Project, dan 2x250MW Muara
Karang Gas Power Plant Project.
Ratio Test
Misal: Ratio CT = 2000/5A
Untuk melakukan
pengujian bahwa apakah benar nilai skunder CT tersebut apabila line
primer diberi arus sebesar 2000A adalah 5A, maka disini diperlukan
alat injeksi arus yang mampu mengalirkan arus sebesar 2000A. Tentu
saja alat ini sangat langka dan besar sekali.
Cara alternatif yang
biasa digunakan adalah dengan alat inject yang lebih kecil, misal
500A. Untuk mendapatkan nilai 2000A maka kita dapat membuat gulungan
atau
lilitan sebanyak 2000A/500A = 4 kali gulungan.
Tentu saja nilainya
tidaklah tepat seperti yang tertera pada kalkulator tapi setidaknya
nilai tersebut dapat tercapai. Metering ataupun instrument terpasang
harus menunjukkan nilai kurang-lebih 2000A.
Pada kasus umumnya
yang terjadi di lapangan, ternyata jenis alat test yang mampu
menghasilkan arus dalam jumlah yang besar ini cukup susah untuk
dicari (karena harganya mahal maka umumnya kami rental dari
temen-temen)
Di balik itu
ternyata banyak CT yang hasil pengukurannya tidak linear / atau tidak
berbanding lurus dengan rasio yang tertera. Dengan kata lain nilai
presentase error-reading-nya
bervariatif dan umumnya semakin kecil arus yang diberikan, presentase
error-reading-nya
semakin besar melampaui batas spesifikasi CT yang tertera pada
nameplate.
Padahal untuk beberapa sistem proteksi seperti Distance
Relay
menggunakan pembacaan parameter arus pada nilai yang rendah.
sumber: http://dc349.4shared.com/doc/yvZiV_6Y/preview.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar