Dada
 saya bergetar, bibir saya menganga dan terpaku dengan sorot mata tanpa 
kedipan. Kurang lebih 3 sampai 5 menit mata saya memandang marah pada 
layar televisi. Sebuah acara bincang santai dengan tokoh-tokoh penting 
tapi memberikan pemirsanya sebuah pilihan persepsi dan cara pandang pada
 sebuah masalah (ekonomi, politik, sosial, budaya, agama, musik, seni) 
pokoknya semua hal yang sangat penting, menarik, edukatif, informatif 
bahkan “seksi” untuk diantarakan kepada telinga publik (inilah bagian 
penting tugas pokok Jurnalisme yang  ingin memposisikan 
dirinya sebagai mediator yang konon katanya menjadi salah satu tiang 
demokrasi). Ya.. acara yang membuat saya marah itu adalah Tatap Muka 
yang dipandu oleh si cerdas Farhan.
Acara
 yang menjadi salah satu acara favorit saya itu memang selalu memberikan
 saya persepsi dan perspektif lain dalam memandang setiap permasalahan. 
Tapi acara Tatap Muka pada malam itu, membuat saya semakin tak pernah 
memindahkan channel ke TV lain walau sedang waktunya iklan (biasanya 
saya selalu memindahkan channel bila ada iklan). Betapa tidak, tokoh 
yang kali ini ditemui Farhan adalah tokoh sekaligus ahli ekonomi yang 
saya kagumi, Kwik Kian Gie. Dialah ahli ekonomi yang pandangan-pandangan
 ekonominya selalu kritis bila beliau mencium “penghambaan” terhadap 
intervensi asing pada kebijakan ekonomi pemerintah kita. Dia salah satu 
ekonom yang mencoba melawan arus sebuah kekuatan besar yang mendikte 
ekonomi setiap pemerintahan, apalagi negara-negara berkembang dunia 
ketiga seperti Indonesia, walau dia akui kekuatan besar itu tak mampu 
dia lawan (pengakuan beliau kepada Farhan).
Dalam
 percakapan itu, Kwik berbicara tentang oportunisme Australia sehingga 
mendesak Indonesia melakukan Referendum di Timor-timur. Tapi awal bagian
 terbaiknya di mulai ketika Kwik membicarakan keberanian Soekarno dalam 
melawan kekuatan-kekuatan imperialisme barat, bahkan Kwik menyatakan 
“anugerah terbesar untuk Indonesia karena memilki pemimpin seperti 
Soekarno”. Kwik kemudian menceritakan kisah yang dialami oleh megawati 
ketika berusia 16 tahun. Ketika itu Istana dipenuhi oleh 
petinggi-petinggi perusahaan minyak Amerika dengan niat mengajukan hak 
eksploitasi sumber-sumber minyak di Indonesia kepada Soekarno. Soekarno 
lantas memanggil semua menteri dan staf ahli yang berkaitan dengan 
pertambangan, dan Soekarno berkata “berikan hak itu seminimal-minimalnya
 hanya untuk menutupi APBN kita, jangan lebih”. Setelah pertemuan itu 
kemudian Megawati menghampiri ayahnya dan bertanya “kenapa?” kemudian 
Soekarno menjawab “nanti setelah bangsa kita memiliki insinyur sendiri 
yang handal”. Pikiran revolusioner Soekarno itulah yang kemudian 
dikagumi oleh Kwik.
Kemarahan
 saya meradang ketika acara itu masuk kepada sekmen ke 3 (kalau tidak 
salah), dimana Farhan bertanya mengenai kekuatan besar dibalik taring 
tajam IMF dan Worl Bank. Dengan santai tapi penuh makna kritis, Kwik 
memulai jawabannya dengan sebuah pegalaman pribadi ketika dia menjadi 
Menko Ekonomi pada Kabinet pimpinan Gusdur. Dia mengisahkan pada waktu 
itu dirinya dipanggil oleh Gus Dur. Gus Dur mengatakan pada Kwik kalau 
dirinya merasa direpotkan oleh dirinya sebagai Menko Ekonomi, karena apa
 yang diutarakan oleh Gus Dur adalah perasaan tertekan karena ditekan 
oleh kekuatan besar itu. Saya tidak ingat secara utuh apa yang 
diceritakan oleh Kwik mengenai ucapan Gus Dur, yang jelas kurang lebih 
seperti ini : “aku tuh tertekan karena ditekan dan dipaksa untuk memecat
 kamu” Kwik menjawab “siapa yang tekan sampean?” “kamu juga pasti tahu” 
timpal Gus Dur. Singkat cerita Gus Dur sangat merasakan kekuatan besar 
yang menekan dirinya, tapi dia sendiri tidak bisa melawan kekuatan itu.
Betapa tidak, Kwik ketika menjabat Menko Perekonomian, begitu kritisnya dia kepada campur tangan IMF dan World Bank  yang
 seenak perutnya mendendesain konsep ekonomi kita dengan 
tekanan-tekanannya (mungkin ini yang dirasakan sebagai tekanan kekuatan 
besar oleh Gus Dur). Tapi ketika itu Gus Dur tidak mendepak Kwik, tapi 
Gus Dur segera membuat Dewan Ekonomi dimana Sri Mulyani menjadi 
sekretarisnya (pendapat saya itu bukanlah kehendak Gus Dur, melainkan 
kehendak dan tekanan apa yang dinamakan Gus Dur sebagai kekuatan besar).
 Tugas Dewan Ekonomi adalah mengawasi dan mengontrol pertemuan-pertemuan
 yang dkoordinir oleh Kwik dalam kapasitasnya sebagai Menko Ekonomi. 
Menurut Kwik setiap rapat-rapat yang dikomandoi oleh dirinya, mata Sri 
Mulyani selalu tertuju pada dirinya. Bahkan dia juga meyakini, Dewan 
Ekonomi lah yang terus memasok laporan dan informasi kepada IMF dan 
World Bank tentang langkah-langkah, perlawanan-perlawannya serta 
kritik-kritiknya kepada IMF. Hal itu diyakini ketika dia didatangi 
petinggi IMF dan bertanya seraya menunjuk-nunjuk kepada dirinya “kenapa 
anda selalu neko-neko dengan kebijakan kami” tanya petinggi IMF itu. 
Kemudian petinggi IMF itu memberikan argumen dan alasan mengenai 
pertanyaannya itu, anehnya menurut Kwik, argumen-argumen itu sama persis
 dengan pemamparan dan argumen hukum (versi IMF) yang disampaikan oleh 
Sri Mulyani (kapasitas sebagai sekretaris Dewan Ekonomi) dalam 
rapat-rapat yang Kwik pimpin. (pada titik itu amarah saya semakin 
memuncak)
Dalam
 kesempatan yang sama, Farhan juga bertanya indikator apa, bahwa bangsa 
kita tengah dikuasai, dijajah dan ditekan oleh kekuatan yang datangnya 
dari barat yang nun jauh disana?. Lagi-lagi Kwik menjawab dengan santai,
 “eksploitasi minyak kita 98 persen dikuasai oleh raksasa-raksasa 
perusahaan minyak asing, pertamina hanya berhak mengelola 2 persen 
cadangan minyak bumi kita”. Dengan cerdas Farhan memotong, “apa mungkin 
kita belum mampu mengelola minyak sebanyak itu sehingga harus
 diberikan kepada asing?”. Kwik memberikan jawaban yang cepat 
berdasarkan kisah dan fakta yang dia alami. “saya pada waktu itu 
bertanya kepada pimpinan Pertamina, dengan sumber daya yang ada apakah 
kita mampu menggarap semua cadangan minyak yang kita punya? Pimpinan 
pertamina itu menjawab, sangat bisa (dengan berbagai argumen, analisa 
dan fakta tentang sumber daya kita berdasarkan pengalaman sang pimpinan 
Pertamina), tapi apakah keuangan kita mampu? Jelas petinggi pertamina 
itu. Kemudiana saya penasaran dan bertanya kepada ahli keuangan di 
Pertamina, dan jawaban ahli keuangan itu, puluhan Bank telah mengantri 
untuk bisa memberikan dana dalam mengelola seluruh cadangan minyak kita 
oleh Pertamina, artinya sangat bisa”. Kemudian Kwik mengakhiri dengan 
kesimpulan kekuatan besar itu ada dan nyata dalam mengendalikan bangsa 
ini.
Tapi
 Kwik meyakini, bila kekuatan besar itu jauh melampaui kekuatan sebuah 
negara (bahkan sekelas negara adidaya Amerika). Menurut kwik kekuatan 
besar itu sifatnya global berdiri sendiri diluar kekuatan negara super 
power Amerika
 Orang
 cenderung mengidentikan kekuatan besar itu adalah Amerika dan 
negara-negara Eropa yang dirampingkan menjadi kekuatan Barat, padahal 
kekuatan besar itu berdiri dibelakang dominasi barat. Dalam hal ini saya
 meyakini, kekuatan itu pulalah yang mempengaruhi Amerika dalam setiap 
manuvernya (apalagi menyangkut politik luar negerinya yang oportunis, 
standar ganda yang mempunyai sifat agresor). Saya juga meyakini, Amerika
 berkembang menjadi negara adidaya sebagai kekuatan tunggal (setelah 
memenangkan perang dingin dalam drama dualisme kepemimpinan dunia dengan
 Rusia) adalah bagian dari rencana besar apa yang dikatakan Gud Dur dan 
Kwik itu sebagai kekuatan besar. (Bersambung)
sumber : http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/04/19/desain-ekonomi-indonesia-   dari-utang-sampai-ke-migas-bag-i/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar