Senin, 11 Juni 2012

Purifikasi Gerakan Politik Perguruan Tinggi

Oleh: Jelantik Sutanegara Pidada

Meskipun partai politik mendukung gerakan politik perguruan tinggi turun ke jalan, nyatanya mahasiswa sebagai motor gerakan tidak terseret pada politik praktis, misalnya gerakan turunkan presiden atau bubarkan pemerintah seperti terjadi pada tahun 1998. Walaupun ada, wacana itu bukanlah premis mayor gerakan politik perguruan tinggi. Namun, fenomena ini telah menyulut api sekam gerakan politik perguruan tinggi.

Disulut rencana pemerintah menaikkan harga BBM, gerakan politik perguruan tinggi mulai riuh. Kehidupan parlemen jalanan mulai berdenyut diprakarsai mahasiswa yang berdemonstrasi di seluruh Indonesia. Akibatnya, pemerintah mulai khawatir gerakan ini bakal mengganggu jalannya roda pemerintahan. Presiden SBY secara tidak langsung menyebut gerakan mahasiswa tersebut sebagai fenomena aneh. Ada apa dengan gerakan politik perguruan tinggi?

Kekhawatiran pada gerakan politik perguruan tinggi akan semakin membesar dan meluas secara kasat mata berusaha diantisipasi. Presiden dalam lawatannya ke Cina dengan pesawat kepresidenan baru, berusaha menyertakan mahasiswa. Alasannya pun dibuat logis, bahwa akan ada agenda pembicaraan mengenai kepemudaan, khususnya pertukaran mahasiswa. Setelah itu, Rektor Perguruan Tinggi seluruh Indonesia dikumpulkan Mendikbud untuk diberikan pemahaman mengenai logika pemerintah menaikkan harga BBM. Namun, mahasiswa tak bergeming. Ketua BEM perguruan tinggi menolak diajak jalan-jalan ke Cina. Rektor, pascapertemuan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tidak ada yang mengeluarkan statemen.

Sebaliknya, partai oposisi yang dipimpin PDI-P secara langsung mendukung gerakan politik mahasiswa dengan ikut serta turun ke jalan memprotes kenaikan harga BBM. Beberapa kepala daerah yang berasal dari partai oposisi dituduh menggerakkan masa mendukung demonstrasi mahasiswa. Akibatnya, menteri dalam negeri mengancam akan memecat bupati atau gubernur yang menggerakkan massa turun ke jalan itu.

Meskipun partai politik mendukung gerakan politik perguruan tinggi turun ke jalan, nyatanya mahasiswa sebagai motor gerakan tidak terseret pada politik praktis, misalnya gerakan turunkan presiden atau bubarkan pemerintah seperti terjadi pada tahun 1998. Walaupun ada, wacana itu bukanlah premis mayor gerakan politik perguruan tinggi. Namun, fenomena ini telah menyulut api sekam gerakan politik perguruan tinggi.

Purifikasi

Bila pada masa lalu gerakan politik perguruan tinggi dengan demonstrasi di jalanan dimulai dari perguruan tinggi besar di ibu kota, maka kini gerakan dimulai dari daerah, dari perguruan tinggi swasta kecil. Apakah ini menunjukkan perguruan tinggi besar di ibu kota tidak peduli dengan urusan harga BBM yang berkaitan dengan kepentingan rakyat kecil? Tidak juga, perguruan tinggi besar di ibu kota sebenarnya menyadari bahwa dari sudut pandang ekonomi makro, kenaikan (baca: penyesuaian) harga BBM dipandang logis. Demi terjaganya pertumbuhan ekonomi, dengan perhitungan yang akurat, kenaikan harga BBM dipandang sebagai salah satu turbulensi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena masalah kenaikan harga BBM ini sangat sensitif digunakan sebagai alat politik menjatuhkan pemerintah, maka ada nuansa kehati-hatian perguruan tinggi besar di ibu kota untuk melakukan kegiatan total dalam menyikapi kenaikan harga BBM itu. Mereka takut dituduh ditunggangi, dibayar, ataupun dikooptasi kepentingan politik praktis.

Alhasil, perguruan tinggi besar di ibu kota lebih memilih untuk memperjuangkan aspirasinya melalui jalur formal dengan mengikuti sidang di gedung parlemen. Melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana wakil rakyat yang tengah dibelenggu ketidakpercayaan publik akibat korupsi, mobil mewah, malas sidang, perpecahan koalisi, dan persoalan lain mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM atau tidak.

Kalaupun ada gerakan demonstrasi cukup besar di luar gedung DPR/MPR saat paripurna penentuan kenaikan harga BBM, namun itu lebih diakibatkan desakan dari demonstrasi yang terjadi di berbagai daerah oleh mahasiswa perguruan tinggi swasta kecil di daerah. Aparat pun terkesan membiarkan demonstrasi itu berlangsung, sampai waktunya harus dibubarkan.

Fenomena menarik dari gerakan politik perguruan tinggi yang terjadi selama ini ialah terjadinya apa yang disebut purifikasi gerakan yang dimurnikan oleh situasi dan keadaan konstelasi politik nasional yang semakin hari tampak semakin tak tentu arah. Kritik besar terhadap kegagalan sistem demokrasi yang diperjuangkan melalui gerakan reformasi semakin sering didengungkan, baik oleh politisi oposisi di luar pemerintahan maupun oleh politisi yang sedang menikmati kekuasaan di pemerintahan.

Purifikasi gerakan politik perguruan tinggi tampak dari gejala semakin kreatifnya gerakan politik itu dilakukan. Pengambilalihan lahan, blokade wilayah industri, sampai pendudukan bandar udara, pelabuhan, dan gedung pemerintahan telah mulai dilakukan. Bak gayung bersambut, gerakan politik perguruan tinggi juga diikuti oleh gerakan petani memperjuangkan lahannya, gerakan buruh menaikkan upah, dan gerakan kaum miskin kota memperjuangkan nasibnya.

Api Sekam

Rezim pemerintahan saat ini, bila dicermati dibebani oleh dua kasus besar, yakni kasus kecurangan pemilu dan mega korupsi. Dua periode pemerintahan SBY, ditandai hengkangnya anggota KPU ke Partai Demokrat. Anas Urbaningrum yang sekarang berhasil menjabat ketua umum Partai Demokrat lebih dulu meninggalkan KPU yang kemudian pada periode berikutnya disusul Andi Nurpati. Secara implisit peristiwa itu menandakan adanya hubungan antara anggota KPU dengan proses terpilihnya SBY sebagai presiden dan melambungnya perolehan kursi DPR yang direbut Partai Demokrat.

Mega korupsi? Tentu saja dapat menjadi alat ampuh lawan SBY dan Partai Demokrat untuk menghancurkannya. Bukankah dalam teori politik ada istilah to kill or to be kill? Kasus Bank Century, kasus politik uang pemilihan ketua umum Partai Demokrat, dan kini kasus-kasus mega proyek yang menyeret petinggi partai bisa menjadi senjata ampuh menghancurkan SBY dan Partai Demokrat.

Fenomena mantan kepala negara dijadikan pesakitan setelah menjabat telah terjadi di negara tetangga seperti Thailand dan Filipina. Melihat kecenderungan itu, bukan mustahil juga akan terjadi di negeri ini. Pada saat itu, api sekam gerakan politik perguruan tingga siap menyala.

* sumber : Penulis, mengajar di Fakultas Sastra Unud dan Pascasarjana Unhi
 https://www.facebook.com/groups/nasionalis/doc/306156322787479/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar